Sabtu, 11 Oktober 2014

Surat Untuk Ayah (3)

Assalamu'alaikum Ayah,

Halo Ayah, selamat malam. Ayah sehat kan?
Surat ini dibuat sebagai ucapan terimakasih karena Ayah sudah mengabulkan permintaanku di surat sebelumnya. Berarti Ayah baca suratku kan?

Iya, terimakasih Ayah sudah datang ke mimpiku semalam dan sedikit berbincang-bincang.
Jangan-jangan Ayah tahu kalau aku sedang sangat letih dan remuk redam akibat mencari data penelitian skripsiku.

Biasanya setiap aku berpetualang di jalan sendirian, aku akan segera cerita kepada Ayah yang setiap malam menelfonku. Kali ini aku ceritakan di surat ya Ayah.
Jadi kemarin pertama kalinya aku naik transjakarta sendirian loh, demi mengajukan permintaan bahan penelitian skripsiku dan skripsi Ayah (Ayah yang kasih judul kan hehe).

Aku naik krl, lalu berjalan kaki ke halte transjakarta, lalu turun dan berjalan lagi. Sampai di tempat tujuan, aku hanya diperbolehkan menaruh surat ijin penelitian dan diberi nomor telefon kemudian tidak sampai lima menit aku kembali pulang. Aku berjalan kaki ke halte, naik transjakarta, turun dan berjalan lagi ke stasiun, turun dari krl berjalan kaki ke terminal, dan naik angkot dua kali kemudian jalan lagi sampai rumah. Perjalanan memakan waktu empat jam Ayah dan aku tidak sampai lima menit di tempat tujuan. Iya, aku letih sekali dan tertidur pulas saat mengetik Bab II skripsiku.

Ayah yang memang pengertian datang ke mimpiku dan menghibur tubuh yang mudah mengeluh ini. 
Ayah bilang bisa datang kapan saja melihat aku dengan meminta ijin dari dunia Ayah di sana saat aku tanya apakah Ayah bisa sering-sering datang.

Kemudian Ayah menanyakan tentang pacarku, aku jawab ia datang saat Ayah pergi namun Ayah tidak sempat bertemu dengannya. Lalu Ayah bilang, itu gampang karena Ayah bisa kapan saja melihat dia.
Hari ini rasanya senang sekali terbangun dengan mimpi kau kunjungi, karena rasanya begitu dekat dan mengobati sedikit rindu. Ayah datang dengan pakaian bagus dan tubuh gagah seperti sebelum Ayah sakit. Sekarang Ayah sehat kembali.

Oh iya, aku bercerita tentang kunjungan Ayah semalam ke mamah di telefon barusan. Mamah iri katanya. Mamah sangat ingin dikunjungi oleh Ayah. Bapak juga kata mamah akhir-akhir ini tidak mau pakai sarung jika bukan sarung milik Ayah, kata bapak beliau rindu Ayah. Sungguh Ayah memang pria yang baik, bahkan orang yang sudah pikun seperti bapak bisa bersikap seperti itu karena kesan Ayah di setiap orang terdekat selalu mendalam.

Suratku kali ini sampai disini dulu Ayah, aku sedang melanjutkan Bab II skripsiku saat ini. Kalau Ayah sempat, berkunjung ya ke mimpi mamah malam ini. Beliau mungkin wanita yang paling merindukan Ayah, di setiap malam yang (tadinya) kalian habiskan bersama.

Wassalamu'alaikum Ayah :)


Cinere, 11 Oktober 2014. Ditulis di sela-sela mengerjakan Bab II skripsi khusus untuk Ayah terbaik.

Senin, 06 Oktober 2014

Surat Untuk Ayah (2)


Kepada ayah yang akan selalu dirindukan di rumah.


Surat ini adalah surat kedua yang aku tulis setelah kemarin aku mendapat jawaban bahwa surat pertamaku di hari ulang tahun ayah tidak akan pernah ayah baca dan tentunya surat-surat selanjutnya pun demikian.

Kepada ayah yang akan selalu dirindukan sosoknya oleh anak perempuannya.

Kepada ayah yang selalu menjadi panutan anak perempuannya sejak masih di bangku taman kanak-kanak.

Kepada ayah yang melindungi anak perempuannya dari gangguan makhluk halus di rumah meski ketakutan.

Kepada ayah yang mencari anak perempuannya seharian dengan cemas hanya karena anak perempuannya tertidur sendirian di bukit saat bermain sepeda.

Kepada ayah yang membawa anak perempuannya ke kantor untuk bermain dan menemani lembur di malam hari.

Kepada ayah yang hanya dengan pelukannya semalam dapat meredakan panas anak perempuannya yang demam.

Kepada ayah yang mengajari cara bermain melodi gitar meskipun anak perempuannya tak kunjung bisa dan berpaling tertarik pada drum.

Kepada ayah yang kurindukan gelak dan canda tawanya di meja makan.

Kepada ayah yang rela kerja selama belasan tahun berpisah jauh dari keluarga demi kehidupan kami yang lebih layak.

Kepada ayah yang selalu bekerja keras demi memenuhi permintaan anak perempuannya yang tak selalu wajar.

Kepada ayah yang selalu mencium kening anak perempuannya saat akan berangkat merantau untuk bekerja.

Kepada ayah yang selalu berkata tak apa ketika anak perempuannya khawatir di balik telefon.

Kepada ayah yang selalu kukirimi sms setiap pagi saat akan menghadapi ujian.

Kepada ayah yang lebih memilih menjenguk anak perempuannya di tempat kost dengan kereta ketimbang beristirahat ketika sakit.

Kepada ayah yang dengan sabar bertahan selama 4 tahun dan berjuang untuk tetap bersama kami.

Kepada ayah yang pergi dengan indah dan menyisakan kerinduan panjang yang sulit terobati.

Hai, ayah. Apa kabar disana?

Ayah sudah tidak lagi merasakan sakitnya jarum suntik yang ayah takuti saat akan hemodialisa. Pasti ayah sudah senang kan sekarang? Apa ayah mendapat tempat yang bagus disana? 
Pikiranku dipenuhi banyak rasa penasaran. Apa ayah bisa melihatku dari sana? Ayah lihat kan anak perempuanmu yang nakal ini sedang berusaha mewujudkan impian ayah untuk wisuda dalam waktu cepat. Oh iya, judul skripsi titipan ayah juga sedang dalam proses kok.

Kalau ayah disini pasti ayah akan mengarahkan dan memberitahu apa yang harus aku lakukan saat membuat skripsi. Tapi, tanpa ayah disini ayah tahu kan kalau anak perempuanmu yang satu ini tidak pernah menyerah untuk membuat orang tuanya bangga.

Aku tidak akan bertanya kenapa ayah pergi begitu cepat. Ayah sejak dulu memang selalu pergi dinas, hanya bedanya kali ini yang mengeluarkan surat dinas adalah Tuhan dan ayah diperintahkan dinas selamanya. Dan ini memang sudah ditentukan sejak ayah berumur 4 bulan di kandungan nenek.

Ayah, sempat ada rasa sesal mengganjal di hatiku. Kenapa aku tak meluangkan banyak waktuku untuk merawat ayah. Kenapa aku tak pulang lebih sering untuk meracik obat ayah dan membuatkan oatmeal setiap pagi lalu bersenda gurau di sofa ayah di depan televisi. Kenapa aku selalu berpikir ayah akan membaik dan akan baik-baik saja sehingga aku dengan tenangnya kuliah tanpa tau ayah menahan sakit dan merasa sepi.
Semua orang bilang aku sudah cukup merawat dengan baik hingga proses pemandianmu di ruang pemulasaran rumah sakit. Semua bilang aku yang paling dekat denganmu, bahkan saat malaikat datang ayah memberitahuku. Tapi ayah, buatku semua itu tidak akan pernah cukup dan tidak ada apa-apanya. Bahkan aku belum memberikan kebanggaan untukmu ayah, belum sempat.

Ayah, kau pergi dengan sangat indah dan meninggalkan banyak cerita tentangmu yang bahkan baru kutahu dari orang lain setelah ayah pergi. Cerita yang berisi sejuta kebanggaan dan kisah heroikmu. Keputusanku untuk menjadi seperti ayah sejak kecil hingga saat ini tidak pernah salah kan?

Ayah, saat aku datang ke kantor ayah aku membuka akun karyawan ayah. Maaf aku lancang. Tapi, dari situlah aku tahu ada banyak penghargaan yang ayah peroleh dari kantor namun tak pernah ayah pamerkan pada kami. Ayah tetaplah figur ayah sederhana di rumah yang akan mengenakan kaos oblong dan menyapu serta menyiram halaman depan agar tidak berdebu. Aku pun tahu dari akun ayah berapa besar pendapatan ayah per bulan, namun ayah tidak membiarkan anak perempuannya merasa jumawa dan menganggap uang membeli kebahagiaan. Ayah tetap membagi dua pendapatan ayah untuk kami dan untuk keluarga ayah sejak pertama kerja hingga saat terakhir ayah. Berkat didikan ayah, anak perempuanmu tumbuh tidak haus akan uang dan tidak masalah bahwa pendapatan ayahnya harus dibagikan ke lainnya. Ayah bilang anak lelaki memang harus bertanggung jawab pada keluarganya. Sampai kapanpun.

Ayah, tahukah ayah banyak sekali orang yang menangis di pemakaman ayah?
Ayah harus bangga karena aku tidak menangis saat itu, pun saat aku memandikan ayah. Bukan aku tidak sedih yah, tapi aku harus kuat demi menunaikan bakti terakhirku sebagai anak perempuanmu saat kau masih di dunia. Aku harus kuat demi menyentuh kulit ayah dan membersihkannya perlahan agar ayah pergi dalam keadaan suci.

Ayah masih ingat janji terakhir yang aku bisikkan saat ayah terbaring koma? Aku berkata di telinga ayah bahwa aku sudah besar dan pasti sukses, ayah pergi saja dengan tenang karena semua aman dan aku berjanji menjaga mamah dan 3 anak ayah lainnya. Aku akan berusaha menepati janji itu ayah, tapi aku tetap butuh bantuan doa ayah dari sana.

Ayah, orang bilang 40 hari setelah seseorang meninggal, maka orang tersebut akan tetap berada di sekitar rumah sebelum ia benar-benar pergi. Apa benar itu ayah? Apa benar ayah yang tidur di sebelahku pada malam sesudah pemakaman ayah? Bisakah ayah pergi mengunjungi aku di tempat rantau karena aku tidak bisa selama 40 hari berada di rumah. 

Ayah, di setiap doaku saat ini selalu ada nama ayah. Jika memang doa anak perempuanmu merupakan salah satu amal yang tidak terputus ketika seseorang meninggal, maka akan aku lakukan seumur hidupku untuk menolong ayah disana. Baktiku kepada ayah saat ini hanya bisa sebatas kiriman doa dan menjaga wanita yang ayah cintai yaitu mamah. Mungkin aku akan mengurungkan niatku untuk berkarier setinggi mungkin karena aku tahu ayah juga pasti akan setuju jika aku lebih mengutamakan mamah dari apapun.

Ayah, suratku kali ini cukup sampai disini. Aku hanya ingin menyapa ayah dengan segala memori yang ada. Disini, aku sangat merindukan ayah dan tidak tahu bagaimana mengobatinya selain dengan doa. Datanglah ke mimpiku ayah, akan senang rasanya jika bisa mendapat pelukan dan semangat yang biasa kau berikan agar aku dapat segera mewujudkan mimpi ayah, meski itu di dalam mimpi.

Aku sayang ayah, baik-baik disana ayah, ada saatnya kita dipertemukan kembali nantinya. 



dari anak perempuanmu yang ingin meluapkan rindu.
Cinere, 6 Oktober 2014. Dengan susah payah membendung air mata agar tidak memberatkan ayah.

backsound : .... untuk ayah tercinta, aku ingin berjumpa, walau hanya dalam mimpi...