Selamat Malam, Ayah.
Lama tidak berbincang juga berjumpa.
Tidak terasa hampir genap 100 hari kita dipisahkan oleh dimensi.
Barusan saja aku menangis, Ayah. Bukan tanpa sebab.
Awalnya, rencanaku adalah menyalakan laptop kemudian menyempurnakan isi skripsi kita yang sudah aku buat hingga bab 5.
Tapi, entah jariku tiba-tiba beranjak ke satu folder berisi foto Ayah.
Jelas sudah penyebabku menangis malam ini.
Sesak sekali rasanya, Ayah.
Jelas rindu yang sangat besar yang saat ini bersarang dalam diriku.
Oh iya, skripsiku sudah sampai sejauh ini. Sudah bab 5.
Semakin aku berusaha mengerjakan skripsiku, aku tahu maka semakin dekat aku dengan sidang, dan jelas aku sadar bahwa itu akan mengantarkanku kepada wisuda.
Hari dimana rasanya setengah hati kuinginkan. Karena aku sadar, di hari itu tidak akan ada Ayah yang berdiri menyambut keberhasilanku.
Rasanya percuma.
Tapi aku tidak akan mundur, Ayah. Karena bagaimanapun kau menginginkan ini.
Tantangan berupa lulus di semester 7, dengan judul yang kau berikan dan objek penelitian yang kau instruksikan akan aku usahakan tercapai.
Tunggu aku menyandang gelar yang sama denganmu, Ayah.
Salam rindu.
Selamat Malam, Ayah.
Cinere, 20 Desember 2014.
Di sela-sela revisi skripsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar