Sabtu, 26 Desember 2015

Surat Untuk Ayah (13)

Selamat Pagi, Ayah.

Lama aku tidak menulis untuk Ayah. Sebenarnya sibuk dan letih hanyalah alasan klasik dariku untuk Ayah. Namun alasan sebenarnya adalah sudah 1,5 bulan ini sejak 4 November lalu hidupku seperti orang mati.

Aku tidak sedang melebih-lebihkan keadaan, meskipun aku belum pernah merasakan mati. Aku tidak tahu istilah apa yang tepat untuk menggambarkan hidupku saat ini.

Pandanganku sering kosong, pikiranku entah kemana. Keadaan sekitar tidak ada yang menarik bagiku. Hatiku terasa sangat hampa dan dingin namun jelas terasa sesak dan sakitnya setiap hari. Mungkin itu yang menandakan bahwa aku masih hidup dan merasakan sakit.


Ingin rasanya dihibur oleh Ayah, namun Ayah tak lagi disini. Aku tak sanggup bercerita ke Mamah karena hanya akan menambah bebannya.

Ayah, 
Pria yang sangat aku kasihi pergi karena kebodohanku.
Lagi-lagi aku menjadi keras kepala dan bodoh membiarkan orang berharga seperti dia pergi.
Sekeras apapun usahaku untuk mengembalikan semuanya sudah percuma dan terlambat. 
Dia tak lagi ingin kembali untuk memperbaiki kerusakan yang ada.
Saat ini yang tersisa hanya aku.
Aku yang melanjutkan hidup dengan segala penyesalan yang ada.
Aku dengan mimpi-mimpi bersamanya yang terpaksa aku kubur dalam-dalam.

Ayah,
Jika engkau memiliki kesempatan untuk memohon pada Tuhan, maukah kau sampaikan pintaku tentang pria ini? 
Aku menyayangi Ayah, juga dia. 


Doakan aku untuk dapat melanjutkan hidup, Ayah.



Tegal, 26 Desember 2015.

Rabu, 18 November 2015

Surat Untuk Ayah (12)

Selamat Pagi, Ayah....

Pagi ini aku bangun dengan perasaan yang kacau tidak karuan, entah mengapa.
Pun di Busway saat aku tertidur, pikiranku dipenuhi dengan memori tentang Ayah dan rasanya tidak enak. Aku hanya takut kemampuan firasatku muncul kembali.
Hingga akhirnya ponselku berdering dan terdenga suara Mamah di seberang sana.

Ayah, pagi ini aku menulis untuk memberi kabar...
Baru saja Embah meninggalkan kita semua menyusul Ayah kesana.
Aku tahu pasti Ayah lebih dahulu tahu dibanding aku.
Sejak kepergian Ayah, aku tahu Embah putri memang menjadi lemah dan mudah sakit, karena Ayah adalah buah hati yang paling beliau sayangi.
Sekarang kalian bertemu di dunia sana.. Dan aku kehilangan lagi satu anggota keluarga di hidupku.
Rasa-rasanya kemungkinan hatiku membeku akan semakin besar peluangnya.

Selamat bertemu Embah, Ayah....
Bahagia kalian di sana..

Malam ini aku pulang segera.


Kuningan, 18 November 2015

Dalam keadaan berduka.

Jumat, 18 September 2015

Surat Untuk Ayah (11)

18 September 2015.


Hai, Ayah! Lama kita tak berjumpa, lama pula kita tak saling berbincang. Tepat satu tahun sudah saat terakhir kita berjumpa.


Ayah ingat kan tanggal 9 September kemarin aku berulang tahun yang ke 22? Sebanyak 21 kali Ayah rutin mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku dan sejak tahun ini Ayah absen untuk menyelamatiku. Ucapan Ayah yang ke 21 kemarin masih aku ingat, aku berada di kost dan Ayah meneleponku di pagi hari dengan sapaan yang khas "Hey, selamat ulang tahun ya hehe" nada ucapannya pun masih bisa aku ingat. Setelah itu Mamah memberitahuku bahwa beliau sengaja tidak menyinggung ulang tahunku untuk mengetes apakah Ayah ingat karena hanya sekedar hal ringan seperti sudah makan atau belum saja Ayah sudah lupa. Namun di luar dugaan, pagi hari saat bangun tidur Ayah berkata kepada Mamah "mana handphone aku?" ketika ditanya "buat apa sih cari-cari handphone?" Ayah menjawab "kamu gimana sih Mah hari ini anaknya ulang tahun kok lupa." I know Dad, you'll never ever forget things about me even a small things. I always feel it, even until today. 


Dan akhirnya saat ini tidak terasa hari memilukan dimana kita berjumpa terakhir kali itu sudah berlalu selama setahun. Aku tidak akan pernah lupa sedikitpun saat itu bagaimana Ayah bicara padaku, bagaimana Ayah terakhir menatapku dan bagaimana Ayah pergi dariku. Hari ini aku menulis untukmu dengan segala kerinduan dan harapan untuk bisa bertemu dengan Ayah. Banyak sekali cerita yang ingin aku bagi denganmu, Ayah. Cerita bagaimana saat ini kehidupanku di dunia kerja yang terasa menyeramkan bagi anak ingusan sepertiku.


Bersama surat ini juga aku membawa kabar bahwa kemarin tanggal 15 September, lagi-lagi ayah dari sahabatku menyusulmu, Ayah. Kali ini ayah dari Nitya setelah awal tahun kemarin ayah dari Ade. Entahlah apa yang membuat ini terasa seperti peristiwa yang terkoneksi. Aku bisa membayangkan kalian bertemu disana dan saling membicarakan kami, putri-putri kalian yang berteman sangat dekat.


Jika waktu bisa diulangi, aku ingin kembali ke keadaan saat aku kecil. Dimana Ayah masih bertubuh kuat dan kekar untuk memanjakanku. Atau, sesederhana kembali ke setahun lalu untuk sekedar memandangi wajahmu, Ayah.

Terlepas dari segala masalah, peristiwa, kejadian, hikmah, dan pelajaran yang ada, aku sangat merindukan Ayah. Setidaknya, berkunjunglah di mimpiku malam ini.



With love,
Your daughter

Kamis, 13 Agustus 2015

Surat Untuk Ayah (10)

SELAMAT ULANG TAHUN AYAH.


Halo Ayah! Selamat ulang tahun yang ke 54 tahun ya.
Tepat satu tahun sejak aku membuat surat pertamaku untuk  Ayah di sini.
Ini adalah ulang tahun pertama Ayah yang tidak bisa aku ucapkan lewat telepon genggam.

Rasanya masih terngiang di ingatanku ketika aku masih duduk di kelas 2 SD dengan usia sekitar 7 tahun, pada awal bulan Agustus sudah mempersiapkan uang saku yang ditabung untuk membelikan Ayah kado ulang tahun. Kado pertama saat itu yang mampu aku berikan adalah sapu tangan untuk Ayah bekerja, karena Ayah adalah Raja Keringat. Saat itu rasanya sungguh bangga, bahagia dan puas ketika melihat Ayah suka dengan hadiahku.

Sekarang bahkan aku mampu membelikanmu selusin sapu tangan tanpa harus berpuasa uang jajan, Ayah. Aku mampu belikan banyak dengan gajiku sekarang. Tapi Ayah sudah tidak butuh kado itu dariku. Mungkin aku terlambat untuk membuat Ayah menikmati jerih payahku. Aku pun sangat payah saat ini, datang menjenguk Ayah di hari ulang tahun Ayah saja sekarang aku tak bisa. Aku belum bisa pulang karena tuntutan pekerjaanku saat ini. Maaf ya Ayah.

Surat ini aku tulis di kantor dengan sedikit akting sedang mengetik pekerjaan di depan orang-orang kantor. Tentunya dengan usaha keras menahan air mata rindu. 

Sekali lagi, Selamat Hari Kelahiran, Ayah! Semoga selalu bahagia ya! Amiin.


Kuningan, 13 Agustus 2015

Selamanya, tanggal ini akan selalu spesial dan tertanam di memori otakku.

Selasa, 14 Juli 2015

Surat Untuk Ayah (9)

Hai Ayah.
Ramadhan sebentar lagi berakhir dan lebaran sudah di depan mata. 
3 hari lagi.
Menyadari hal ini, hanya ada satu hal yang terlintas di pikiranku; yaitu engkau.


Ayah, jangan sedih.
Jangan sedih meskipun Ramadhan yang sangat berarti ini akan berakhir.
Jangan menangis.
Sebisa mungkin doaku akan selalu ada.



Kuningan, 14 Juli 2015
Sembari mendengarkan percakapan menjelang libur lebaran.

Sabtu, 20 Juni 2015

Surat Untuk Ayah (8)

Assalamualaikum, Ayah! Selamat malam, Ayah.
Ngomong-ngomong hari ini sudah hari ke-3 di bulan Ramadhan tahun ini, Ramadhan pertamaku tanpa Ayah. Ayah pasti senang di sana, karena semua makhluk tak terkecuali sangat menantikan bulan suci ini. 

Ramadhan tahun ini selain tanpa Ayah, juga merupakan Ramadhan pertamaku sebagai pekerja. Ayah sudah tahu kan aku bekerja di sebuah law firm ternama ibu kota? Jadi, mungkin ini yang membuat hari-hari pertama Ramadhanku terasa tidak karuan dan nafsu makanku menurun drastis. Aku merindukan Ayah, merindukan rumah, dan merindukan sahur bersama di rumah. Tentu saja aku sangat rindu tahun-tahun sebelumnya saat aku pulang merantau dari kuliah dan Ayah pulang merantau dari kantor di ibu kota, kemudian kita berkumpul di rumah untuk sahur bersama dengan canda tawa yang selalu berulang namun tetap menghibur. Bahkan dulu kita pernah mudik bersama menggunakan travel karena kita kehabisan tiket kereta di ibukota, ingat kan Ayah?
Tahun lalu, kita masih sahur bersama. Aku merelakan diriku setiap akhir pekan berangkat merantau kuliah kemudian langsung kembali pulang ke rumah pada hari itu juga, menempuh 4,5 jam perjalanan naik kereta untuk berpuasa di rumah bersama Ayah. 

Tapi tahun ini sungguh sangat berbeda Ayah. Aku jauh dari rumah, dan sehabis subuh aku harus bersiap diri untuk kemudian pergi ke halte busway dan menempuh sekitar 18 KM agar sampai ke kantor tepat waktu. Waktu berbuka pun aku berada di kantor, kemudian berkemas pulang tanpa bisa sholat taraweh di masjid karena perjalanan untuk sampai ke rumah minimal butuh 1,5 jam. Tubuh ringkihku ini selalu menuntut waktu istirahat lebih namun rasanya sulit untuk dipenuhi.

Apa boleh aku berkata bahwa tahun ini adalah Ramadhan paling berat yang pernah aku jalani selama ini?
Karena Ramadhan tanpa bersama keluarga dan tanpamu Ayah, rasanya semakin berat. Banyak sekali ketakutanku akan pekerjaan yang tidak bisa aku bagi denganmu sekarang, tidak seperti sebelumnya dimana selalu ada saran dan motivasi darimu. Entah kenapa bagiku saat ini adalah saat dimana banyak orang di sekelilingku namun aku merasa sendiri. Lebih tepatnya harus bisa melakukan semuanya sendiri. Aku harus bisa menjadi penggantimu dengan melakukan semua usaha sendiri, dan ternyata tidak semudah itu.
Tetap selalu doakan aku dari sana ya Ayah!

How I missed our old days together, Dad.


Cinere, 20 Juni 2015.
Galau di kantor baru.

Senin, 08 Juni 2015

Surat Untuk Ayah (7)

Selamat malam, Ayah!
Adek mau lapor kalau sekarang sudah dapat pekerjaan loh. Alhamdulillah diterima di law firm besar ibukota, kalau disebut namanya pasti Ayah tahu deh, Mamah saja tahu. Memang bukan cita-citaku jadi pengacara seperti yang Ayah tahu, tapi paling tidak aku ingin menimba ilmu lebih dahulu dan Alhamdulillah kantor ini emberi remunerasi yang cukup besar untuk ukuran baru lulus. Satu alasan lain adalah karena sulit bagiku sekarang ini untuk mendaftar di perusahaan seperti yang Ayah sarankan. Karena untuk lolos medical check up bagiku saat ini mungkin hal yang sulit. 

Ayah ingat kecelakaan yang menimpa adek 5 tahun yang lalu? Iya, kecelakaan yang menyebabkan otak sebelah kanan ini lebam dan di hasil scan terlihat otak kananku dipenuhi bintik hitam banyak. Ternyata selama 5 tahun ini proses penyembuhan itu tidak berjalan dengan baik. Kita mengira semua sudah selesai dan sudah sembuh kan? Yah nyatanya ternyata masih ada gangguan itu dan juga organ tubuh lainnya. Jadi, mana berani menantang medical check up? Hehe. Doakan adek cepat sembuh ya Ayah! Biar bisa kerja hebat seperti Ayah, meskipun sulit rasanya menyamai Ayah yang masuk perusahaan dengan ijazah SMP merintis dari bawah menjadi kasir hingga akhirnya menjadi Sarjana dengan jabatan tinggi di ibukota.

Ngomong-ngomong tinggal hitungan hari memasuki bulan Ramadhan. Tahun ini puasa pertama tanpa Ayah nih pasti sepi nggak ada yang ngomel-ngomel lucu pas sahur. Masih ingat tahun kemarin Ayah sanggup puasa sampai 2 minggu Ramadhan sampai akhirnya Ayah drop dan terpaksa berhenti puasa, tapi salut dalam keadaan tubuh seperti itu Ayah masih kuat puasa. O iya, kemarin waktu pulang ke rumah, aku sempat berkunjung ke rumah Ayah, keadaannya bersih dan wangi. Sepertinya habis ada orang berkunjung. Syukurlah rumah Ayah selalu di kunjungi orang-orang yang menyayangi Ayah selain kami.

Adek kangen Ayah nih, rasanya masih seperti Ayah ada terus di dekat adek. Atau memang benar iya? Hehe. Good Night, Daddy. Sleep tight.



Cinere, 08 Juni 2015
Sembari menjawab konsultasi jual-beli rumah.

Sabtu, 18 April 2015

Surat Untuk Ayah (6)

Hai Ayah! Apa kabar? Pasti baik.
Sudah lama sekali rasanya sejak terakhir aku menulis surat untukmu. Sudah berganti tahun sekarang dan aku punya banyak sekali kabar untukmu, Ayah. Aku yakin Ayah sudah tahu.
13 Januari 2015 kemarin anak keduamu ini sudah berhasil melewati 1,5 jam sidang yang pelik untuk dapat lulus dari Fakultas Hukum. Nilai A kupersembahkan untuk Ayah! Kemudian tak lama kabar buruk pun datang. 17 Januari 2015, Bapak pergi menyusul Ayah. Aku kembali kehilangan lelaki yang berarti dalam hidupku. Namun, sedihku tentu tidak ada apa-apanya dibanding Mamah yang kehilangan Ayah dan Bapak dalam waktu berdekatan. Semoga kalian bertemu dan berbahagia di sana ya, kami di sini selalu mendoakan kalian. Kemudian 7 Februari 2015 aku mewujudkan mimpi Ayah. Aku wisuda dan memperoleh gelar Sarjana Hukum, sama dengan Ayah. Ayah bisa lihat fotonya disini, kita sama!







Maaf Ayah, aku tidak langsung mencari kerja. Aku beristirahat dan pergi liburan ke Bali. Ayah ingat kan aku sudah minta izin ke Bali saat membeli tiketnya dan Ayah mengizinkan, aku pergi dengan uang beasiswa. Saat di Bali aku mendapat panggilan untuk tes di kantor pengacara yang lumayan besar, tapi Mamah berkata aku butuh liburan setelah melewati tahun 2014 yang berat.


Sampai saat ini Ayah, aku belum melamar kerja ke perusahaan, aku baru melayangkan surat lamaranku ke beberapa kantor pengacara. Sudah sekitar 5 kantor yang memanggil untuk tes dan beberapa aku lolos untuk tahapan selanjutnya. Doakan aku dari sana ya Ayah. Mencari kerja sesusah ini, jatuh bangun sampai sakit. Berdesakan di bus, dan masih harus menghadang angkutan umum. Betapa salutnya aku membayangkan bagaimana sulitnya Ayah dari pertama bekerja sebagai lulusan SMP hingga S1 dengan jabatan tinggi. Masalah datang silih berganti ke keluarga kita, kata orang itu hal biasa ketika ditinggal oleh kepala keluarga. Semoga ini tidak bertahan lama dan segera selesai. Dimanapun Ayah berada, doakan aku, doakan kami, doakan aku bisa mengubah keadaan dan doakan aku bisa seperti Ayah.


Oh iya Ayah! Akhir-akhir ini air mataku sering menetes tanpa sengaja. Pikiranku dipenuhi wajah Ayah. Mungkin aku rindu, Ayah pergi sudah 7 bulan, tepat tanggal 18 ini. Rasanya saat ini ingin sekali bercanda dengan Ayah rebahan di kasur. Karena dulu, sejauh-jauhnya dan selama-lamanya Ayah dinas, tak pernah sampai 7 bulan lamanya. Suratku sampai sini dulu ya Ayah, kalau Ayah baca, main-main ke mimpi aku ya hehe.


Cinere, 18 April 2015.
Berkaca-kaca.